Taman Bacaan Masyarakat (TBM)

Aside Posted on Updated on

Sumber Ide:

Taman Bacaan Masyarakat (TBM)

oleh Ester I. Jusuf, SH

 

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sering dipandang  sebelah mata. Ketika kami menawarkan beberapa pihak memulai pelayanan TBM, respon yang kami dapat adalah pandangan keheranan. Bahkan mereka lalu memberi saran agar kami mendirikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) saja.

TBM sebenarnya adalah jalan masuk ke masyarakat akar rumput.  Mendirikan TBM sama seperti menjejakkan kaki masuk ke masyarakat akar rumput. Sekaligus TBM adalah tangan untuk menarik kelas menengah turun ke masyarakat bawah.

Memang ada banyak jalan untuk masuk ke masyarakat akar rumput. Pada umumnya pekerjaan yang dilakukan tidak permanen (temporer, hanya berdasar event), sektarian  atau biaya tinggi. Kegiatan yang paling umum adalah bakti sosial, pelayanan kesehatan, pendirian koperasi atau unit usaha, sekolah dan pelayanan kesehatan. Ada juga yang mendirikan LSM. Semua itu baik dan dibutuhkan masyarakat.

Namun ada keunggulan pelayanan TBM yang penting, sebagai berikut:

  1. Pendidikan adalah jalan masuknya. Sekolah yang bagus pada umumnya amat mahal, biayanya tidak terjangkau masyarakat umum. Perpustakaan atau buku anak yang bagus dan bermutu nyaris tidak bisa kita dapati di perkampungan. Kesadaran masyarakat bahwa belajar dan membaca itu penting bagi anak sudah ada, namun mereka tidak mampu mewujudkannya. Pada umunya orang lebih berpikir tentang kebutuhan dasar mereka: sandang, pangan, papan. Jadi kehadiran TBM pada umumnya akan disambut dengan antusias oleh para orangtua dan anak.

  2. Permanen hadir di tengah masyarakat. Karena sifatnya yang permanen maka amat mungkin terjadi interaksi terus menerus dengan masyarakat. Masyarakat perlahan akan tumbuh rasa memiliki dan percaya.

  3. Investasi relatif kecil; Kebutuhan utama hanyalah buku, rumah atau tempat, tenaga kerja. Pengeluaran untuk ketiga hal ini bisa jadi amat minim jika kita kerja berjejaring.  Melalui jaringan dimungkinkan untuk saling meminjamkan buku. Rumah atau tempat bisa disediakan orang yang simpati atau menyewa sebuah rumah sederhana di perkampungan. Tenaga kerja di TBM bisa berasal dari para relawan.

  4. Resiko kegagalan TBM relatif kecil. Aset TBM adalah buku. Jika gagal di satu tempat hanya perlu memindahkan ke tempat baru.

  5. Informal: semua orang bisa aktif terlibat dalam TBM. Tidak harus punya pendidikan tertentu, tidak ada batasan usia, tidak perlu membayar sejumlah uang atau persyaratan lain untuk melibatkan diri.

  6. Secara umum tidak memiliki musuh atau pihak yang bertentangan. Orang awam secara umum merasa takut jika masuk ke masyarakat dan harus berurusan dengan politik, advokasi hukum/HAM atau tindakan yang bersifat frontal ke pihak lain.

  7. Tempat belajar hidup bermasyarakat: TBM bisa menjadi tempat bagi semua orang apapun agama/ras/etnis/golongan untuk berinteraksi.

  8. Studi kemasyarakatan dapat dilakukan di TBM. Dalam prakteknya TBM bisa menjadi tempat pembelajaran. Secara bertahap perkampungan atau lokasi sekitar TBM bisa menjadi tempat live in dan belajar hidup bersama masyarakat. Hal ini memberi peluang kita mendapat potret masyarakat yang sesungguhnya.

  9. TBM jelas akan membawa dampak pencerdasan masyarakat. Buku yang baik pasti bisa memberi wacana dan menumbuhkan sikap kritis bagi pembacanya.

 

Walau sederhana namun banyak kasus kegagalan pembuatan TBM juga.  Potret banyak TBM sebagai berikut:

a. TBM “kembang api”: TBM semacam ini biasa dibuat tanpa perencanaan yang matang. Dibuat dengan antusias dan harapan yang tinggi untuk mencerdaskan anak, remaja dan masyarakat umum. Namun usianya tidak tahan lama. Satu persatu pendamping TBM mundur dengan berbagai alasan, kualitas dan kuantitas buku menurun dan kegiatan makin lama makin jarang.

b. TBM berkesan suram, kumuh, fasilitas minim, terletak di tempat yang tidak strategis dan buku-buku tidak bermutu. Kadang ada pendamping TBM yang terlihat tidak antusias. Selintas TBM terlihat seperti perpustakaan kecil atau toko buku yang sepi pengunjung.

c. TBM sektarian: buku yang ada hanyalah sebatas untuk satu agama/kepercayaan atau satu jenis ideologi. Posisi kerap berada di wilayah rumah ibadah.

d. TBM untuk kepentingan partai atau eksistensi pendirinya. TBM semacam ini biasanya dibuat untuk sekedar ada, pengelolaan atau pengembangannya tidak maksimal sehingga tidak menarik orang datang.

e. TBM yang dibuat sekedar untuk menjalankan program pemerintah. Karena proses pendiriannya pun dengan keterpaksaan, maka pengelolaan tidak antusias, akan mati begitu program kerja selesai atau tidak ada pengawasan.

Langkah-langkah membuat atau mengembangkan TBM: 

a. Merumuskan visi atau mimpi tentang tujuan pembuatan atau pengembangan TBM,  langkah ini amat penting mendasari kerja TBM. Jika para pendiri TBM memiliki mimpi dan tujuan yang sama dan visioner maka TBM tidak akan sekedar menjadi TBM ‘kembang api’.

b. Mengumpulkan para pendukung TBM. Terutama untuk menanggung bersama kebutuhan TBM dan mengerjakan dengan setia pengelolaannya.

c. Menentukan tempat untuk TBM. Tempat ini idealnya berada di lokasi yang padat penduduk yang terbatas secara ekonomi, pendidikan dan sosial. Idealnya sebuah rumah dengan halaman yang cukup, ventilasi dan cahaya baik, bersih. Tempat untuk buku tidak boleh lembab, basah atau banyak rayap/tikus.  Jadi betapapun sederhana tempatnya harus tetap kering, bersih dan nyaman untuk anak dan orang datang. Idealnya TBM di tempat yang tidak menakutkan bagi anak, gelap atau sulit dijangkau.

d. Menyediakan buku yang bagus dan bermutu tinggi. Buku-buku semacam ini relatif amat mahal harganya. Namun ini adalah keharusan agar anak mau membaca buku dan mengambil pengetahuan dari buku itu. Buku sebaiknya tidak sektarian agar tidak muncul aneka tuduhan berdasarkan sentimen agama.

e. Menyediakan fasilitas pendukung TBM, misal rak buku, kursi, white board, kertas untuk menulis atau menggambar, pensil warna, sampul buku dll.

f. Mengumpulkan orang-orang yang mau terlibat. Yang dibutuhkan adalah pendamping anak-anak belajar membaca, mengajari menggambar, menulis, mendongeng dll. Kegiatan membaca jika ditunjang dengan aneka aktifitas lain akan meningkatkan semangat anak dan menarik pengunjung baru.

g. Berjejaring. Ini akan meringankan kerja, mempercepat perkembangan dan mendapat banyak stake holder atau informasi pendukung.

 

Ester I. Jusuf, SH adalah salah satu penggiat Taman Bacaan Masyarakat (www.rebungcendani.org)

 

Leave a comment